Jumat, 06 Januari 2012

Perjalanan Kata Menuju Langit

Perjalanan Kata Menuju Langit
Written by Ustadz Anis Matta
Tuesday, 04 August 2009 19:34
Doa adalah kata kata yang baik. Dan ketika kita mengucapkanya, sesungguhnya kita telah
melepaskannya dari mulut kita, agar ia berjalan menuju langit. Jika kata itu memiliki wacana
penyangga yang kuat, ia akan segera melampaui cakrawala, menembus angkasa dan
mencapai langit.

Dan wacana penyangga itu adalah amal shaleh. Dengarlah firman Allah SWT, "Kepada-Nyalah
kata yang baik itu menaik dan amal shaleh-lah yang akan (terus) mengangkatnya." (QS.
Fathir:10)Itulah sebabnya Rasulullah saw menganjurkan kita beramal shaleh
sebelum berdoa. Misalnya bersedekah dan melakukan kebaikan-kebaikan
lainnya.
Sujud Sang Jiwa
Kata dalam doa adalah untaian surat dari sang jiwa kepada Tuhannya.
Maka jika engkau ingin surat itu sampai kepada-Nya, tulislah ia saat
jiwamu benar-benar sedang bersujud pada-Nya.
"Ya Allah, jika pasukan ini binasa, tak kan pernah ada lagi di bumi ini yang akan
menyembah-Mu, selamanya"
Rasulullah saw terus melantunkan doa itu, sampai selendangnya terjatuh, sampai Abu Bakar
ra datang meng-hampirinya dan mengatakan, "Cukuplah, Ya Rasulullah, Allah pasti akan
menolongmu."
Tidakkah engkau lihat bagaimana Rasul yang mulia itu merengek-rengek
di depan Tuhannya, Tuhan yang mengutusnya menyampaikan risalah ini
dan berjanji akan menolongnya ??? Bukankah yang ia ucapkan itu telah
melampaui batas permohonan menjadi sebuah tuntutan ??? Siapakah yang
dapat menjamin bahwa tak kan ada lagi yang menyembah Allah jika
pasukan itu binasa ???
Apakah Allah tidak sanggup menciptakan makhluk lain yang akan
menyembah-Nya ?? Tidak !!!! Tidak !!!
Tapi begitulah kejujuran dalam berharap melahirkan kalimat yang kuat,
penuh keyakinan, yang hampir hampir tak dapat di bedakan dari
tuntutan.Maka dengarlah jawaban bagi jiwa yang bersujud itu. Dan kemudian
Allah swt mengabulkan doanya dengan mengutus Jibril untuk mengatakan kepadanya:
"Ambillah segenggam tanah, lalu taburkanlah ke wajah mereka." Lalu
beliaupun melakukannya, dan tak seorangpun dari pasukan musyrik
melainkan tanah itu pasti mengenai matanya, lalu lubang hidungnya dan
mulutnya dari gengggaman tanah itu, maka mereka pun lari tunggang
langgang. "
(HR. Muslim, Tirmidzi dan Ahmadi)
Dan Raga pun Menyertainya
Apa yang dilakukan oleh sang jiwa saat ia bersujud, haruslah terlihat
pula dalam wacana raga kita. Demikianlah Rasulullah SAW menganjurkan
kita agar mengekspresikan sujud sang jiwa itu dalam gerak raga kita.
* Maka ia menganjurkan kita bersuci sebelum berdoa
* Ia juga menganjurkan kita menghadap ke kiblat saat berdoa
* Akhirnya, ia juga menganjurkan mengangkat kedua tangan kita saat berdoa
Sebab jiwa yang bersujud itu haruslah suci, maka raga yang
menyertainya sebaiknya juga suci. Sebab walaupun Allah swt ada di
semua penjuru alam, namun Ia jugalah yang menetapkan Ka'bah sebagai
kiblat kaum muslimin. Sedang mengangkat kedua tangan merupakan
ekspresi paling sempurna dari permohonan dan rasa butuh, dan bahwa;
"Allah itu Maha Pemalu lagi Maha Mulia, dan merasa malu menolak, ketika seseorang
mengangkat tangannya ke langit dan mengembalikannya dalam keadaan kosong dan kecewa"
(HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)
Santun Dalam Berharap
Jika engkau telah melakukan semua itu, maka rangkailah kata-katamu
dalam doa dengan susunan yang baik, sopan dan indah.
Karena engkau sedang meminta, maka mulailah permohonan itu dengan
pujian-pujian yang baik kepada siapa engkau memohon.
Lalu haturkanlah selawat serta salam kepada rasulullah saw, sebab
"Itu akan dibalas sepuluh selawat dari Allah " (HR. Muslim)
Sebab, " Rasulullah saw pernah mendengar seorang laki laki berdoa
tanpa memuji Allah dan menghaturkan selawat baginya, maka beliaupun
mengatakan "Orang ini terlalu tergesa-gesa"
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Kemudian bertaubatlah dan memohon ampunlah (istigfar) atas dosa-dosa "Sungguh ia telah memohon kepada Allah dengan sebuah nama yang jika
Ia di mintai dengan nama itu, Ia pasti memberi, dan jika Ia dipanggil
dengan nama itu, Ia pasti menjawab."
(HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban).

Cinta tanpa definisi

Seperti angin membadai. Kau tak melihatnya. Kau merasakannya. Merasakan kerjanya saat ia
memindahkan gunung pasir di tengah gurun. Atau merangsang amuk gelombang di laut lepas.
Atau meluluhlantakkan bangunan-bangunan angkuh di pusat kota metropolitan. Begitulah cinta.
Ia ditakdirkan jadi kata tanpa benda. Tak terlihat. Hanya terasa. Tapi dahsyat.
Seperti banjir menderas. Kau tak kuasa mencegahnya. Kau hanya bisa ternganga ketika ia
meluapi sungai-sungai, menjamah seluruh permukaan bumi, menyeret semua benda angkuh
yang bertahan di hadapannya. Dalam sekejap ia menguasai bumi dan merengkuhnya dalam
kelembutannya. Setelah itu ia kembali tenang: seperti seekor harimau kenyang yang terlelap
tenang. Demikianlah cinta. Ia ditakdirkan jadi makna paling santun yang menyimpan kekuasaan
besar.
Seperti api menyala-nyala. Kau tak kuat melawannya. Kau hanya bisa menari di sekitarnya saat
ia mengunggun. Atau berteduh saat matahari membakar kulit bumi. Atau meraung saat
lidahnya melahap rumah-rumah, kota-kota, hutan-hutan. Dan seketika semua jadi abu. Semua
jadi tiada. Seperti itulah cinta. Ia ditakdirkan jadi kekuatan angkara murka yang mengawal dan
melindungi kebaikan.
Cinta adalah kata tanpa benda, nama untuk beragam perasaan, muara bagi ribuan makna,
wakil dari kekuatan tak terkira. Ia jelas, sejelas matahari. Mungkin sebab itu Eric Fromm ~dalam
The Art of Loving~ tidak tertarik ~atau juga tidak sanggup~ mendefinisikannya. Atau memang
cinta sendiri yang tidak perlu definisi bagi dirinya.
Tapi juga terlalu rumit untuk disederhanakan. Tidak ada definisi memang. Dalam agama, atau
filsafat atau sastra atau psikologi. Tapi inilah obrolan manusia sepanjang sejarah masa. Inilah
legenda yang tak pernah selesai. Maka abadilah Rabiah Al-Adawiyah, Rumi, Iqbal, Tagore atau
Gibran karena puisi atau prosa cinta mereka. Abadilah legenda Romeo dan Juliet, Laela
Majenun, Siti Nurbaya atau Cinderela. Abadilah Taj Mahal karena kisah cinta di balik
kemegahannya.
Cinta adalah lukisan abadi dalam kanvas kesadaran manusia. Lukisan. Bukan definisi. Ia
disentuh sebagai sebuah situasi manusiawi, dengan detail-detail nuansa yang begitu rumit.
Tapi dengan pengaruh yang terlalu dahsyat. Cinta merajut semua emosi manusia dalam
berbagai peristiwa kehidupannya menjadi sublim: begitu agung tapi juga terlalu rumit. Perang
berubah menjadi panorama kemanusiaan begitu cinta menyentuh para pelakunya. Revolusi
tidak dikenang karena geloranya tapi karena cinta yang melahirkannya. Kekuasaan tampak
lembut saat cinta memasuki wilayah-wilayahnya. Bahkan penderitaan akibat kekecewaan
kadang terasa manis karena cinta yang melatarinya: seperti Gibran yang kadang terasa
menikmati Sayap-sayap Patah-nya.
Kerumitan terletak pada antagoni-antagoninya. Tapi di situ pula daya tariknya tersembunyi.
Kerumitan tersebar pada detail-detail nuansa emosinya, berpadu atau berbeda. Tapi
pesonanya menyebar pada kerja dan pengaruhnya yang teramat dahsyat dalam kehidupan
manusia.
Seperti ketika kita menyaksikan gemuruh badai, luapan banjir atau nyala api, seperti itulah cinta

Bidadari surga pun cemburu

Ia mutiara terindah dunia. 
Bunga terharum sepanjang masa. 
Ada cahaya di wajahnya. 
Betapa indah pesonanya. 
Bidadari bermata jeli pun cemburu padanya. 
Kelak, ia menjadi bidadari surga.

Terindah dari yang ada...

Pernahkah saudara-saudara melihat seorang bidadari? Bidadari yang bermata jeli. Yang kabarnya sangat indah dan jelita. Saya yakin kita semua belum pernah melihatnya. Kalau begitu mari kita ikuti percakapan antara Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam dan Ummu Salamah radhiyallahu‘anha tentang sifat-sifat bidadari yang bermata jeli. 

Imam Ath-Thabrany mengisahkan dalam sebuah hadist, dari Ummu Salamah r.a., dia berkata:

Saya berkata, "Wahai Rasulullah, jelaskanlah kepadaku firman Allah tentang bidadari-bidadari yang bermata jeli...”

Beliau menjawab, “Bidadari yang kulitnya putih, matanya jeli dan lebar, rambutnya berkilai seperti sayap burung nasar.”

Saya berkata lagi, “Jelaskan kepadaku tentang firman Allah, ‘Laksana mutiara yang tersimpan baik.’.” (Al-waqi’ah : 23)

Beliau menjawab, “Kebeningannya seperti kebeningan mutiara di kedalaman lautan, tidak pernah tersentuh tangan manusia.” 

Saya berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik’.” (Ar-Rahman : 70)

Beliau menjawab, “Akhlaknya baik dan wajahnya cantik jelita”

Saya berkata lagi, Jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Seakan-akan mereka adalah telur (burung onta) yang tersimpan dengan baik.’.” (Ash-Shaffat : 49)

Beliau menjawab, “Kelembutannya seperti kelembutan kulit yang ada di bagian dalam telur dan terlindung kulit telur bagian luar, atau yang biasa disebut putih telur.”

Saya berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Penuh cinta lagi sebaya umurnya.’.” (Al-Waqi’ah : 37)

Beliau menjawab, “Mereka adalah wanita-wanita yang meninggal di dunia pada usia lanjut, dalam keadaan rabun dan beruban. Itulah yang dijadikan Allah tatkala mereka sudah tahu, lalu Dia menjadikan mereka sebagai wanita-wanita gadis, penuh cinta, bergairah, mengasihi dan umurnya sebaya.”

Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”

Beliau menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”

Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”

Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.”

Saya berkata, “Wahai Rasulullah, salah seorang wanita di antara kami pernah menikah dengan dua, tiga, atau empat laki-laki lalu meninggal dunia. Dia masuk surga dan mereka pun masuk surga pula. Siapakah di antara laki-laki itu yang akan menjadi suaminya di surga?”

Beliau menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu dia pun memilih siapa di antara mereka yang akhlaknya paling bagus, lalu dia berkata, ‘Wahai Rabb-ku, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik akhlaknya tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya.’. Wahai Ummu Salamah, akhlak yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.” 

Sungguh indah perkataan Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam yang menggambarkan tentang bidadari bermata jeli. Namun betapa lebih indah lagi di kala beliau mengatakan bahwa wanita dunia yang taat kepada Allah lebih utama dibandingkan seorang bidadari. Ya, bidadari saudaraku.

Sungguh betapa mulianya seorang muslimah yang kaffah diin islamnya. Mereka yang senantiasa menjaga ibadah dan akhlaknya, senantiasa menjaga keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah. Sungguh, betapa indah gambaran Allah kepada wanita shalehah, yang menjaga kehormatan diri dan suaminya. Yang tatkala cobaan dan ujian menimpa, hanya kesabaran dan keikhlasan yang ia tunjukkan. Di saat gemerlap dunia kian dahsyat menerpa, ia tetap teguh mempertahankan keimanannya.

Sebaik-baik perhiasan ialah wanita salehah. Dan wanita salehah adalah mereka yang menerapkan islam secara menyeluruh di dalam dirinya, sehingga kelak ia menjadi penyejuk mata bagi orang-orang di sekitarnya. Senantiasa merasakan kebaikan di manapun ia berada. Bahkan seorang “Aidh Al-Qarni menggambarkan wanita sebagai batu-batu indah seperti zamrud, berlian, intan, permata, dan sebagainya di dalam bukunya yang berjudul “Menjadi wanita paling bahagia”.

Subhanallah. Tak ada kemuliaan lain ketika Allah menyebutkan di dalam al-quran surat an-nisa ayat 34, bahwa wanita salehah adalah yang tunduk kepada Allah dan menaati suaminya, yang sangat menjaga di saat ia tak hadir sebagaimana yang diajarkan oleh Allah.

Dan bidadari pun cemburu kepada mereka karena keimanan dan kemuliaannya. Bagaimana caranya agar menjadi wanita salehah? Tentu saja dengan melakukan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala laranganNya. Senantiasa meningkatkan kualitas diri dan menularkannya kepada orang lain. Wanita dunia yang salehah kelak akan menjadi bidadari-bidadari surga yang begitu indah.

Duhai saudariku muslimah, maukah engkau menjadi wanita yang lebih utama dibanding bidadari? Allah meletakkan cahaya di atas wajahmu dan memuliakanmu di surga menjadi bidadari-bidadari surga. Maka, berlajarlah dan tingkatkanlah kualitas dirimu, agar Allah ridha kepadamu.

http://www.facebook.com/notes/muslimah-sholehah/wanita-solehah-bidadari-syurga-terindah/122755654460317